Kejadian 6:1-8: Kejahatan Manusia

Kejahatan Manusia.

Setelah belajar perikop Keturunan Adam, sekarang kita belajar perikop Kejahatan Manusia.

Pada perikop ini kita akan melihat beberapa tafsiran mengenai anak-anak Allah yang kawin dengan anak-anak perempuan manusia. Ada yang bilang itu keturunan Set yang saleh kawin dengan keturunan Kain yang fasik. Juga ada yang bilang itu makhluk surgawi mengawini orang di bumi.

Juga tafsiran mengenai Roh Allah yang tidak akan selama-lamanya tinggal di dalam manusia.

Berikut ini tampilan ayat-ayat Firman Tuhan dalam kitab Kejadian (Genesis 6:1 - 8 dengan judul perikop Kejahatan Manusia).

Kita belajar perikop Kejahatan Manusia ini dengan menggunakan tafsiran / catatan Wycliffe. Semua ayat dikutip dalam bentuk tulisan italic warna biru, sedangkan tafsiran / komentar dalam tulisan biasa.

Ayat Akitab dikutip dari software e-Sword, sedangkan komentarinya dari situs Alkitab.sabda.org. Yuk kita belajar.

Kejahatan Manusia (Kitab Kejadian 6:1-8)


Gen 6:1 Ketika manusia itu mulai bertambah banyak jumlahnya di muka bumi, dan bagi mereka lahir anak-anak perempuan,

Gen 6:2 maka anak-anak Allah melihat, bahwa anak-anak perempuan manusia itu cantik-cantik, lalu mereka mengambil isteri dari antara perempuan-perempuan itu, siapa saja yang disukai mereka.

Anak-anak Allah (benê Elõhîm) ... anak-anak perempuan manusia. Kejahatan makin meningkat di semua bidang. Keturunan Kain menjadi makin tidak bertuhan dan kafir.

Sebuah bangsa raksasa yang dinamakan "Nefilim" menjadi terkenal. Kata kerja nãpal, "jatuh," dianggap sebagai sumber dari kata benda ini sehingga makhluk-makhluk besar itu dilihat sebagai "orang-orang yang terjatuh."

Sebutan benê Elõhîm telah menimbulkan beragam pandangan di kalangan para sarjana. Elõhîm berbentuk jamak. Pada umumnya diterjemahkan menjadi Allah.

Namun kata ini juga bisa diterjemahkan menjadi "dewa-dewa," seperti misalnya ketika mengacu kepada dewa-dewa kafir tetangga Israel.

Kata ini juga bisa berarti kalangan wujud surgawi yang akrab bersekutu dengan Yehovah, penduduk surga yang memiliki tugas khusus sebagai asisten Allah (lih. Ayb. 1:6).

Di dalam beberapa kasus tertentu di dalam Alkitab "anak-anak Allah" dapat diidentifikasi sebagai "malaikat" atau "utusan." Yesus adalah Anak Allah dalam arti yang unik.

Orang-orang percaya disebut "anak-anak Allah" karena hubungan mereka dengan Dia. Sekalipun demikian, di dalam Perjanjian Lama, "anak-anak Allah" adalah kelompok makhluk khusus yang merupakan makhluk-makhluk surgawi.

Ayat mengenai perkawinan benê Elõhîm dengan anak-anak perempuan manusia telah dijelaskan dengan berbagai cara. Menerjemahkannya secara harfiah akan menghasilkan pernyataan bahwa anggota masyarakat surgawi memilih perempuan-perempuan terpilih dari bumi untuk dinikahi secara sesungguhnya.

Ini dapat merupakan satu-satunya penafsiran dari Ayub 1:6. Di ayat tersebut benê Elõhîm jelas merupakan anggota makhluk-makhluk surgawi milik Allah.

S. R. Driver bersikukuh bahwa inilah satu-satunya pengertian yang sah dan tepat yang dapat diterima.

Jawaban Yesus kepada orang Saduki, di Matius 22:30, tampaknya menjadikan pandangan ini tidak mungkin. Dia mengatakan bahwa malaikat "tidak kawin dan tidak dikawinkan."

Pernyataan dalam Kejadian 6:2 dengan jelas menyebutkan bahwa yang dimaksudkan adalah pernikahan yang permanen. Sejumlah perempuan dipilih dan dipaksa untuk menjadi bagian dalam hubungan yang tidak wajar tersebut.

Para penelaah Alkitab yang menolak gagasan ini berusaha untuk menerangkannya dengan cara yang lain. Beberapa di antaranya mengatakan bahwa yang dikemukakan adalah persekutuan di antara keturunan Set yang saleh dengan keturunan Kain yang fasik.

Lainnya lagi beranggapan bahwa kata-kata ini mengacu kepada pernikahan di antara orang-orang kelas atas dalam masyarakat dengan orang dari kalangan yang lebih rendah.

Mengingat fakta-fakta yang ada dan penerjemahan yang tepat dari nas, kami berkesimpulan bahwa beberapa orang laki-laki dari kalangan surgawi (malaikat atau utusan) benar-benar beristrikan perempuan bumi.

Mereka memakai kekuatan lebih besar untuk memaksa perempuan-perempuan tersebut mengikuti kehendak mereka. "Anak-anak Allah" itu tidak bisa dilawan (bdg. II Ptr. 2:4; Yud. 6).

Gen 6:3 Berfirmanlah TUHAN: "Roh-Ku tidak akan selama-lamanya tinggal di dalam manusia, karena manusia itu adalah daging, tetapi umurnya akan seratus dua puluh tahun saja."

Roh (rûah)-Ku tidak akan selama-lamanya tinggal (yãdôn) di dalam manusia. Kata kerja Ibrani ini dapat diterjemahkan menjadi berusaha bersama atau tinggal di dalam.

Terjemahan pertama akan menampilkan Allah sebagai terus-menerus memakai kekuatan terhadap manusia pemberontak untuk mencegahnya agar tidak ke luar batas dan untuk menjaganya dari kehancuran menyeluruh akibat perilakunya yang penuh dosa.

Pandangan kedua akan menampilkan Allah sebagai berniat untuk menarik kembali napas kehidupan yang vital dari manusia sehingga, tentu saja, mengakibatkan kematian.

Kata Ibrani dûn (atau dîn) menunjuk kepada kehidupan yang terungkap dalam tindakan atau dalam fakta-fakta berupa kekuatan.

Menurut penafsiran pertama, roh (rûah) dipahami sebagai prinsip etika yang membatasi atau mengendalikan makhluk ciptaan, yang menghasilkan perilaku etis.

Menurut penafsiran kedua, roh (rûah) dipahami sebagai prinsip vital yang diberikan kepada segumpal tanah liat yang mati agar menjadi hidup, bermotivasi dan memiliki kekuatan. Pada saat rûah tersebut diambil oleh tangan ilahi, lengkap sudah hukuman atas manusia.

Pernyataan ilahi ini diutarakan oleh Yehovah ketika Dia menjumpai makhluk-makhluk ciptaan-Nya dikuasai oleh dosa. Allahlah yang menyatakan bahwa Ia harus meninggalkan manusia untuk mengalami kematian.

Dosa telah menggerakkan kekuatan yang menghasilkan kematian.

Gen 6:4 Pada waktu itu orang-orang raksasa ada di bumi, dan juga pada waktu sesudahnya, ketika anak-anak Allah menghampiri anak-anak perempuan manusia, dan perempuan-perempuan itu melahirkan anak bagi mereka; inilah orang-orang yang gagah perkasa di zaman purbakala, orang-orang yang kenamaan.

Gen 6:5 Ketika dilihat TUHAN, bahwa kejahatan manusia besar di bumi dan bahwa segala kecenderungan hatinya selalu membuahkan kejahatan semata-mata,

Gen 6:6 maka menyesallah TUHAN, bahwa Ia telah menjadikan manusia di bumi, dan hal itu memilukan hati-Nya.

Kejahatan (ra'at) ... menyesal (nãham) . . memilukan (ãsãb).

Kemerosotan moral sudah menyebar luas. Kemerosotan itu bersifat batiniah, berkesinambungan dan sudah menjadi kebiasaan.

Manusia rusak sepenuhnya, buruk hati dan perilakunya. Tidak ada yang baik di dalam dirinya. Seluruh kecenderungan hati dan pikirannya sama sekali di luar kehendak Yehovah.

Manusia bertakhta. Allah dilupakan atau ditentang secara terang-terangan. Nãham dalam bentuk niphal melukiskan kasih Allah yang telah menderita kekecewaan yang mengenaskan.

Secara harfiah, yang dimaksudkan ialah menarik napas panjang dalam penderitaan yang amat mendalam. Semua maksud dan rencana Allah telah gagal untuk menghasilkan buah yang berharga sebagaimana yang Ia harapkan, sebab dicegah oleh manusia berdosa.

Ãsãb dalam bentuk hithpael berarti tertusuk atau mengalami penusukan. Dengan demikian, pernyataan ini mengatakan bahwa Allah mengalami kepedihan yang menusuk hati-Nya menyaksikan kemerosotan moral tragis yang dihasilkan dosa.

Pekerjaan tangan-Nya telah dicemarkan dan dihancurkan. Melalui itu semua, kasih Allah bersinar dengan cemerlang bahkan ketika gemuruh hukuman ilahi mulai mengancam manusia di bumi.

Gen 6:7 Berfirmanlah TUHAN: "Aku akan menghapuskan manusia yang telah Kuciptakan itu dari muka bumi, baik manusia maupun hewan dan binatang-binatang melata dan burung-burung di udara, sebab Aku menyesal, bahwa Aku telah menjadikan mereka."

Menghapuskan (mahâ; menghancurkan). Kata kerja ini menunjuk kepada suatu gerakan yang menghapuskan atau memusnahkan secara menyeluruh.

Tindakan ini dirancang untuk menghancurkan setiap makhluk hidup yang menghalangi. Penghancuran menyeluruh akan dilaksanakan. Tidak ada yang akan dikecualikan.

Gen 6:8 Tetapi Nuh mendapat kasih karunia di mata TUHAN.

Tetapi Nuh mendapat kasih karunia (hèn). Di antara sekian banyak orang yang tidak terhitung di bumi hanya satu orang yang layak untuk menerima kasih karunia Allah.

Kata kasih karunia setidak-tidaknya pasti berarti "perkenan" atau "penerimaan," dan mungkin mengandung makna yang lebih kaya. Kasih karunia merupakan wujud dari kasih dan kemurahan.

Penganugerahan kasih karunia Allah kepada Nuh menunjukkan bahwa pada hari-hari yang akan datang ada kehidupan dan harapan yang baru bagi umat manusia.

Perikop selanjutnya: Riwayat Nuh, seorang yang benar dan tidak bercela di antara orang-orang sezamannya. | Lihat: Daftar Perikop Kitab Kejadian.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel